Selasa, 17 Februari 2009

Kebodohan Universal..Oleh : Ir.Permadi Alibasyah



Ada sebuah ilustrasi menarik untuk kita renungkan bersama-sama pada kesempatan ini, karena jangan-jangan akibat kesibukan kita, kita masuk dalam kelompok yang orang merugi, yaitu orang yang membuang-buang percuma sesuatu yang paling berharga yang dimilikinya.
Jika ada seorang pemuda memperoleh warisan yang banyak dari orang tuanya, tetapi kemudian ia membelanjakannya tanpa perhitungan, bagaimana pandangan kita? Pastilah kita akan menyayangkannya, dan menganggap pemuda tersebut bodoh.


Sekarang marilah kita perhatikan diri kita; jangan-jangan kita lupa kalau kita sendiripun tanpa disadari, seringkali bersikap seperti yang dilakukan pemuda tersebut.Kita acapkali menghabiskan modal yang paling bernilai yang kita miliki, hanya untuk sesuatu yang sama sekali tidak berarti. Apakah modal manusia yang paling bernilai ? Tidak diragukan lagi, itula usia! Bukanlah umur merupakan modal yang paling besar bagi manusia ? Dalam hal ini nabi kita yang mulia bersabda,"Kemuliaan umur dan waktu, lebih bernilai dibandingkan kemuliaan harta".

Bila kita perhatikan dengan cermat, manusia itu pada hakikatnya adalah pengendara di atas punggung usia. Ia menempuh perjalanan hidupnya, melewati hari demi hari, menjauhi dunia dan mendekati liang kubur. Dalam hal ini ada seorang bijak yang mengutarakan keheranannya, "Aku heran terhadap orang yang menyambut dunia yang sedang pergi meninggalkannya, tetapi malah berpaling dari akhirat yang sedang berjalan menuju kepadanya".

Kadang-kadang kita heran juga dengan sikap kita sendiri. Kenapa kita mudah menangis bila harta benda kita berkurang, sebaliknya tidak pernah menangis bila usia kita yang berkurang ? Bukankah tidak ada yang lebih bernilai bagi manusia selain usianya ? Ironisnya lagi, kehilangan usia ini malahan kita rayakan dengan sesemarak mungkin. Barangkali inilah satu-satunya kebodohan manusia yang bersifat universal, yaitu merayakan dengan meriah kehilangan sesuatu yang sangat berarti bagi dirinya. Padahal semua orang mengerti, bahwa yang hilang ini benar-benar menguap dan tidak akan pernah menjadi milik kita lgi.

Ada lagi yang aneh pada diri kita, kita mau berjuang mati-matian mengerahkan seluruh daya dan potensi yang ada untuk mendapatkan sesuatu yang belum pasti kita peroleh; sementara untuk hal yang sudah pasti terjadi, kita hadapi dengan usaha yang sekedarnya saja. Bukankah satu-satunya kepastian bagi manusia itu adalah hanya kematian? Tidakkah kita sadari, bahwa sebenarnya kita semua sedang berkarya dalam batas hari-hari yang pendek untuk hari-hari yang panjang? Lalu mengapa kita selalu cenderung membangun istana duniawi, sedangkan istana akhirat kita abaikan?

Bila kita sadar dengan tujuan keberadaan kita di dunia, maka pastilah kita menjadikan usia sebagai sesuatu yang paling berharga. Ia lebih mahal dari emas, intan berlian, atau batu mulia apapun. Oleh sebab itu, ia harus digunakan seoptimal mungkin.
Ada perkataan seorang bijak yang sangat baik kita renungkan, katanya : "Aku tidak menyesali sesuatu seperti penyelesalanku terhadap tenggelamnya matahari yang berarti umurku berkurang, akan tetapi amal shalihku tidak bertambah".

Tujuan Yang terlupakan..Oleh : Ir.Permadi Alibasyah


Semua kegiatan yang dilakukan manusia pasti mempunyai tujuan tertentu, misalnya seorang pegawai rela menghabiskan sepanjang harinya mengerjakan pekerjaan kantor, karena ia mempunyai tujuan ingin memperoleh upah untuk memenuhi kehidupan anak dan istrinya. bila suatu saat kantor itu tidak dapat memberinya gaji, tentu ia akan segera keluar dari kantor itu.
Orang yang tidak tahu tujuan kegiatan yang dilakukannya adalah ibarat sapi di pejagalan.

Sapi tidak pernah tahu untuk apa dia di bawa ke tempat pejagalan. Seandainya dia tahu, tentunya dia tidak akan punya selera untuk makan rerumputan yang segar yang disodorkan kepadanya; atau setidaknya ia akan berusaha mencari kesempatan untuk kabur dari tempat itu.Untuk apa sebenarnya tujuan kita mempelajari agama? Tidak di ragukan lagi, kita perlu mempelajari agama agar di dunia ini bisa hidup bahagia dan di akherat kelak bisa masuk surga (amin). Bila sekarang ini kita masih juga dilanda stress, gelisah,dendam, irihati, kecewa berat, dan segala yang bertentangan dengan kebahagian; maka haruslah kita akui dengan sejujurnya bahwa pelajaran agama yang kita pelajari selama ini ternyata masih jauh dari tujuanya.

Pengajian-pengajian ataupun ceramah agama yang kita ikuti mungkin masih kurang banyak, atau memang kita sudah cukup rajin menghadiri pengajian-pengajian agama, tetapi belum pandai memilah-milah dan memilih yang di sampaikan oleh pak kiai. Apa yang seharusnya kita benamkan kedalam jiwa, hanya kita lewatkan saja di telinga kita, Sebaliknya, apa yang seharusnya dikewatkan saja di telinga seperti selingan humor yang disampaikan pak kiai justru kita benamkan dalam hati. Hal ini kemungkinan besar terjadi disebabkan karena kita lupa untuk apa sebenarnya tujuan kita hadir di tempat pengajian itu.

Bila saat berangkat dari rumah kita mampu mengingat untuk apa sebenarnya tujuan kita menghadiri pengajian itu, maka semestinya kita akan dapat memilah-milah mana pasir dan mana mutiara.

Samudera Ilahi Oleh : Ir.Permadi Alibasyah

Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 216 :


“Boleh jadi kamu membenci sesuatu,padahal ia amat baik bagimu;dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,sedang kamu tidak mengetahui.”

Ada seorang ulama yang mengatakan, untuk dapat lebih memahami maksud firman Allah tadi, kita dapat merujuk pada pengalaman nabi Musa as ketika ia berguru kepada Khidhir as.
Sebagaimana sudah kita ketahui bersama, nabi Musa as pernah disuruh Tuhan berguru kepada seorang hamba saleh yang bernama Khidhir. Persyaratan yang diajukan khidhir kepada Musa sederhana saja, yaitu Musa tidak boleh bertanya mengenai apa yang dilakukannya sebelum hal itu dijelaskan sendiri oleh Khidhir.

Diriwayatkan, suatu ketika mereka berdua pergi berlayar menumpang perahu seorang saudagar yang baik hati. Ketika perahu merapat dipantai, tiba-tiba khidhir mengamuk. Dikampaknya perahu itu, sehingga perahu yang semula indah, kini tampak menjadi berantakan. Kontan nabi Musa as, yang terkenal tempramental menegurnya, “mengapa ini kau lakukan, bukankah kita telah diberinya tumpangan gratis? Engkau sungguh orang yang tidak tau membalas budi!” Mendengar ini khidhir hanya menjawab pendek,”Bukankah engkau telah berjanji padaku tidak akan bertanya apapun yang aku lakukan?”

Musa tertegun dan teringat akan janjinya,bahwa ia telah menyanggupi tidak akan bertanya apapun yang dilakukan oleh khidhir.
Merekapun lalu melanjutkan perjalanan. Ditengah perjalanan, mereka bertemu dengan seorang anak kecil yang wajahnya tampan. Sekonyong-konyong Khidhir membunuh anak itu! Tentu saja nabi Musa as. Terkejut dan langsung menghardik khidhir, “Betapa zalimnya engkau! Apa kesalahan anak ini sehingga ia engkau bunuh dengan kejam?” Melihat kegusaran Musa, Khidhir hanya tersenyum, lalu ia berkata, “Bukankah sudah kukatakan padamu, bahwa engkau tidak akan sanggup mengikutiku tanpa boleh bertanya atas apa yang aku lakukan?” Musa sekali lagi sadar akan janjinya, dan memohon agar ia tetap dibolehkan mengikutinya. Merekapun lalu melanjutkan perjalanan.

Disebuah desa, karena kelaparan mereka meminta sesuap nasi. Tetapi penduduk desa itu tidak ada yang peduli. Dengan perut yang keroncongan, mereka berjalan terus sampai akhirnya menemukan sebuah dinding yang hampir roboh. Khidhir pun segera memperbaikinya. Musa yang rupanya masih dongkol dengan sikap penduduk desa yang pelit itu, dengan jengkel berkata, “Mau-maunya kau lakukan ini. Bukankah mereka tak peduli dengan perut kita yang keroncongan?”

Kali ini Khidhir pun segera menjawab, “Rupanya inilah saatnya kita harus berpisah. Engkau telah tiga kali gagal menepati janjimu, yaitu untuk tidak bertanya atas apapun yang aku lakukan. Namun sebelum berpisah, akan kuterangkan kepadamu maksud dibalik semua tindakanku ini. Aku merusak perahu yang kita tumpangi dahulu, karena raja di tempat kita berlabuh itu sangat senang dengan perahu yang indah-indah. Bila perahu itu tidak kubuat cacat, niscaya raja yang zalim itu akan merampasnya. Adapun anak kecil yang aku bunuh itu, bapaknya adalah seorang ahli ibadah.

Tetapi ia mempunyai rasa sayang yang sangat berlebihan kepada anak itu, sehingga hal ini akan dapat merusak pengabdiannya kepada Allah. Terakhir mengenai dinding ini. Di bawah dinding ini tersimpan harta warisan seorang saleh untuk anaknya yang masih kecil-kecil. Kalau dinding ini sampai roboh, maka harta itu akan ditemukan oleh orang lain. Tuhan menghendaki anak-anak yatim itu suatu saat kelak akan menemukan harta warisan dari ayah mereka itu. Wahai Musa, mudah-mudahan sekarang engkau paham, bahwa semua yang kulakukan ini demi kebaikan semata.”

Mendengar penjelasan Khidhir ini, Musa pun terdiam. Ia yang selama ini selalu merasa paling benar, akhirnya mengakui bahwa ada tangan Tuhan yang tidak dapat dilihat secara kasat mata, mengatur semua peristiwa di dunia ini agar selalu berjalan dengan harmonis.
Kisah ini memberi pelajaran kepada kita tentang rahasia Illahi. Betapa sering kita, seperti halnya Musa, protes kala merasakan ketidak-adilan.

Kita menjadi masygul manakala kesedihan dan kesulitan menimpa kita. Dan terperangah bahagia kala tiba-tiba meraih kesenangan dan keuntungan. Padahal sebagaimana yang diajarkan Khidhir, apa yang nampak oleh mata kita , bisa saja bermakna sebaliknya. Kehidupan ibarat samudera Illahi yang sangat luas dan dalam.

Terkadang akal saja tidak cukup. Perlu mata hati untuk menembusnya. Bahkan seorang Musa pun, yang pernah berdialog langsung dengan Allah, perlu belajar dari seorang bijak untuk mengasah mata hatinya guna menyelami kedalaman samudera Illahi tadi. Ada baiknya kita renungkan nasihat bijak yang diberikan oleh seorang ahli hikmah, “Cukuplah kita pasrahkan hidup ini kepada kehendak Tuhan, sambil berupaya semaksimal mungkin yang dapat kita lakukan.”

Belajar Dari Burung dan cacing..Oleh Ir. Permadi Alibasyah

Bila kita sedang mengalami kesulitan hidup karena himpitan kehidupan, maka cobalah kita ingat pada burung dan cacing, Burung setiap pagi keluar dari sarangnya untuk mencari makan tanpa mengetahui di mana ia harus mendapatkannya, karena itu, kadangkala sore hari ia pulang dalam keadaan perut kenyang, kadang pula ia pulang membawa oleh-oleh makanan untuk keluarganya, tetapi sering pula ia pulang ke sarangnya dalam keadaan masih keroncongan.

Meskipun burung tanpaknya lebih sering mengalami kekurangan makanan karena tidak punya "kantor" yang tetap (apalagi setelah lahannya banyak berubah menjadi real estate) namum yang jelas kita tidak pernah melihat ada burung yang berusaha untuk bunuh diri!. Kita tidak pernah melihat burung yang tiba-tiba menukik membenturkan kepalanya ke batu cadas, atau kita tidak pernah melihat ada burung yang sekonyong-konyong meluncukan dirinya kedalam sungai!.

Nampaknya burung menyadari benar bahwa demikianlah hidup, suatu waktu ada di atas di waktu lain akan terhempas ke bawah. Suatu waktu kekenyangan dan lain waktu kelaparan.
Sekarang marilah kita melihat binatang yang lebih lemah dari burung, yaitu cacing. Binatang ini seolah-olah tidak mempunyai sarana yang layak untuk mencari makanannya. Cacing tidak mempunyai tangan, kaki, tanduk, atau bahkan mungkini a tidak mempunyai mata dan telinga. tetapi cacing serupa dengan makhluk Tuhan lainya yaitu ia mempunya perut yang bila tidak di isi maka ia akan mati.

Kalau kita bandingkan dengan manusia yang di ciptakan oleh Tuhan paling sempurna dibandingkan dengan makhlik-makhluk ciptaan lainya, banyak yang kalah hanya dengan seekor cacing. Manusia banyak bunuh diri akibat merasa kesulitan dalam mencari nafkan hidupnya, sementara tita tidak pernah melihat ada cacing yang membentur-benturkan kepalanya ke batu!

Sabtu, 14 Februari 2009

Jalan menuju Keindahan Oleh : Ir.Permadi Alibasyah


Seekor anak kerang di dasar laut mengeluh pada ibunya. Sebutir pasir tajam masuk kedalam tubuhnya yang lembek. “Anakku, Tuhan tak memberi kita tnngan, sehingga ibu tak bisa menolongmu. Ibu tahu itu sakit, tapi terimalah sebagai takdir. Kuatkan hati, kerahkan semangat melawan nyeri yang menggigit,.

Balut pasir itu dengan getah perut mu, Hanya itulah yang bisa kau perbuat.”kta ibunya dengan sendu dan lembut sambil menitikan air mata.Anak kerang pun menurut.Kadang rasa sakit terasa begitu hebatnya, sehingga ia sempat meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata, ia bertahan, tidak hanya hari demi hari tapi bertahun-tahun. Tanpa disadarinya, sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya.

Makin lama makin halus. Rasa sakitpun makin berkurang. Makain lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit akhirnya menghilang sama sekali.

Sekarang…..sebutir mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal terbentuk dengan sempurna. Penderitaanya membuahkan hasil yang menakjubkan . Dirinya kini menjadi sangat berharga.

Alasan Apa lagi...Oleh : Ir. Permadi Alibasyah


Tatkala seorang yang kaya raya ditanya. Mengapa engkau tidak beribadah....? Sang hartawan beralasan bahwa ia tidak punya waktu untuk beribadah karena seluruh waktunya dihabiskan untuk mengurusi kekayaanya. Mungkin ia lupa, bahwa dirinya sebenarnya tidaklah lebih kaya dari nabi Sulaeman AS. Yang justru menjadi semakin bertakwa dengan bertambah kekayaannya.

Alasan apa lagi...?

Pertanyaan serupa ditujukan pada seorang karyawan. Mengapa engkau tidak beribadah? Sang karyawan berargumen bahwa ia tidak punya waktu untuk beribadah karena sibuk dengan pekerjaannya. Mungkin ia pun lupa, bahwa dirinya tidaklah lebih sibuk dibandingkan dengan nabi Muhammad saw. yang disamping sebagai kepala negara, panglima perang, beliau juga seorang pendidik umat.

Alasan apa lagi...?

Begitupun ketika seorang hamba sahaya ditanya. Mengapa engkau tidak beribadah? Sang hamba sahaya beralasan bahwa ia tidak punya waktu untuk beribadah karena sibuk melayani majikannya. Tidakkah ia lupa, bahwa dirinya tidaklah lebih sibuk dan sengsara dibandingkan dengan nabi Yusuf AS?

Alasan apa lagi...?

Seorang yang sakit ditanya dengan pertanyaan yang sama. Mengapa engkau tidak beribadah? Sang pasien beralasan bahwa ia tidak punya waktu dan tenaga untuk beribadah karena derita sakitnya. Cobalah ia ingat, derita penyakitnya itu belumlah seberapanya dibandingkan dengan penderitaan yang dirasakan oleh nabi Ayub AS.

Alasan apa lagi...?

Ketika pertanyaan yang sama ditujukan pada seorang yang fakir miskin. Mengapa engkau tidak beribadah? Sang fakir miskin menjawabnya bahwa ia tidak punya waktu untuk beribadah karena kemiskinannya. Apakah ia lupa, bahwa ia tidaklah lebih miskin dari nabi Isa AS, yang terpaksa harus memakan dedaunan dan minum air hujan?

Alasan apa lagi...?

Seorang yang tidak berpendidikan ditanyanya. Mengapa engkau tidak beribadah? Ia beralasan, bahwa ia tidak mampu untuk beribadah karena ilmunya rendah. Tidakkah ia lupa bahwa nabi Muhammad SAW itu tdak bisa membaca dan menulis?

Alasan apa lagi...?

Padahal Alloh telah jelas berfirman dalam Al-Qur'an surat Adz-Dzariyat ayat 56 : "Tidak semata-mata Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."
Sekarang... Mau alasan apa lagi...?


Dicuplik dari : Sentuhan Kalbu melalui kultum, Ir. Permadi Alibasyah.

ILmu dan Harta..Oleh : Ir. Permadi Alibasyah


Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan “Tiada kekayaan yang lebih utama dari akal. Tiada kepapaan yang lebih menyedihkan daripada kebodohan. Tiada warisan yang lebih baik daripada pendidikan.”

Dan inilah jawaban-jawaban dari Imam Ali bin Abi Thalib ketika ditanya tentang mana yang lebih utama antara ilmu dengan harta :

Ilmu lebih utama daripada harta, ilmu adalah pusaka para nabi, sedang harta adalah pusaka Karun, Fir’aun, dan para pengumbar nafsu.”

”Ilmu lebih utama daripada harta, karena ilmu itu menjagamu sedangkan harta malah engkau yang harus menjaganya.”

“Harta itu jika engkau ‘tasarrufkan‘ (berikan) menjadi berkurang, sebaliknya ilmu jika engkau ’tasarrufkan‘ malahan bertambah.”

Pemilik harta disebut dengan nama bakhil (kikir) dan buruk, tetapi pemilik ilmu disebut dengan nama keagungan dan kemuliaan.”

Pemilik harta itu musuhnya banyak, sedangkan pemilik ilmu temannya banyak.”

“Ilmu lebih utama daripada harta, karena di akhirat nanti pemilik harta akan dihisab sedangkan orang berilmu akan memperoleh syafa’at.”

Harta akan hancur berantakan karena lama ditimbun zaman, tetapi ilmu tak akan rusak dan musnah walau ditimbun zaman.”

“Harta membuat hati seseorang menjadi keras, sedang ilmu malah membuat hati menjadi bercahaya.”

“Ilmu lebih utama daripada harta, karena pemilik harta bisa mengaku menjadi Tuhan akibat harta yang dimilikinya, sedang orang yang berilmu justru mengaku sebagai hamba karena ilmunya.”

Arsip Blog